Kamis, 07 Januari 2010

Misteri Sebuah Arloji

Januari, 08 2009

Sebetulnya, masih banyak hal-hal misterius lainnya yang terjadi sepanjang hidupnya. Seperti yang diceritakan berikut ini:

Waktu itu saya sudah tinggal di rumah Sidoarjo. Saya pernah membeli sebuah jam tangan di trotoar Siola seharga Rp 20.000, dari harga yang ditawarkan Rp 25.000. Ketika malam tiba, saya tidur di kursi yang ada teras rumah. Tahu-tahu ada sosok orang tua, berpakaian putih-putih, bersih, gigi bagus, orangnya bersih, tahu-tahu duduk di bangku di depan, saya kaget.

”Sebentar, saya hanya mau pesan,” kata orang tua itu.

”Inggih Mbah,” jawab saya.

”Besok kalau ada yang minta padamu, jangan sampai ditolak yaa.”

”Nggih.”

Dalam bayangan saya, karena saya sealu menyediakan uang receh untuk pengemis dan pengamen, saya kira cuma itu yang dimaksudkannya. Namun orangtua itu agaknya hendak menguji kesungguhan saya. Dia menyurus saya mengulangi perintahnya.

”Nggih, saya tidak akan menolak kalau besok ada yang minta sesuatu…..”

”Bagus….”

Kemudian orang tua itu menghilang.

Keesokan harinya, saya ke Surabaya, naik colt Bison. Dalam angkutan umum itu ada seorang pemuda tinggi besar, kulitnya hitam, tangan kanan dan kirinya penuh tato. Ketika dia tahu saya naik, dia pindah tempat ke bangku kayu cadangan, sedangkan bangku yang empuk diserahkan ke saya. Dalam hati saya berkata, anak ini kok baik, penampilannya sangar tapi kok hatinya baik.

Tidak berapa lama kemudian dia melihat-lihat arloji yang saya kenakan, dia pegang-pegang. Tahu-tahu dia langsung melepas arloji itu dan memakainya. Terus dia bilang, ”Saya minta yaa…” Hampir saja saya hampir lupa pesan orang tua kemarin.

”Ya sudah, ambil saja, tapi turun yaa,” jawab saya.

Akhirnya dia turun, ”Pir, aku gak bayar,” katanya pada sopir.

Setelah itu saya malah dimarahi oleh penumpang lainnya, termasuk sopir yang menggerutu yang agaknya dia tahu bahwa pemuda tadi memang bukan orang baik-baik. Beberapa penumpang minta kendaraan mundur, mengejar lelaki tadi. Saya segera melarang.

”Tidak usah, biar saja, kalau mau diurut-urut dia itu masih tergolong masih cucu saya sendiri. Tentu saja saya bohong, semata-mata agar urusannya tidak panjang.

Selang seminggu berikutnya, ada tamu perempuan cantik, menggunakan mobil mercy putih, datang-datang langsung komplain:

”Wah sukar sekali carinya. Ternyata sudah pindah yaa…. Untung saya diberi tahu anak sampeyan kalau rumahnya di sini…”

Saya masih bengong, siapa dia.

“Wah sudah lupa yaa…..” Singkat cerita, kemudian dia menyebut namanya, ternyata dia anak salah seorang tokoh olahraga, dimana dia memang masih kecil ketika saya dulu sering ke rumahnya.

Ternyata, dia minta dibuatkan desain untuk perkumpulan olahraganya. Dia pesan dua buah. Ketika dia tanya,

”Berapa ongkosnya?”

”Ttidak usah,” jawab saya.

”Wah ya tidak bisa begitu, kalau saya beri arloji bagaimana? Tapi arloji ini sudah pernah dipakai suamiku, masih bagus kok, hanya saja dia tidak suka modelnya, maunya yang tipis.”

”Ya mau saja, wong dikasih kok.”

Jadilah arloji yang penampilannya bagus itu berpindah ke lengan saya. Selang beberapa hari, saya iseng-iseng cari informasi, ternyata arloji itu harganya Rp 500.000.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar